"Kamu berencana untuk berhenti menulis, Ris?"
JDER!!!
Rasanya
bagaikan ada petir yang menyambar hingga membuat duniaku terbelah dua.
Rasanya seperti emosiku mendesak keluar namun harus kubendung.
Tidak mungkin aku pergi mengangkat kakiku dari dunia tulis-menulis yang sudah kugeluti selama hampir enam tahun lamanya,
kan? Rasanya sayang sekali karena berkat menulis aku bisa berekspresi semauku tanpa ada batasan apapun yang menghentikanku. Aku bisa mencurahkan semuanya dalam bentuk tulisan; emosiku, perasaanku, apa yang aku pikirkan, dan masih banyak hal lagi yang tak mungkin kuutarakan secara lisan.
kan? Rasanya sayang sekali karena berkat menulis aku bisa berekspresi semauku tanpa ada batasan apapun yang menghentikanku. Aku bisa mencurahkan semuanya dalam bentuk tulisan; emosiku, perasaanku, apa yang aku pikirkan, dan masih banyak hal lagi yang tak mungkin kuutarakan secara lisan.
Aku bisa mendapatkan semua yang kubutuhkan, yeah walau
tidak semuanya. Terkesan lebay memang, tapi itulah yang kupikirkan
semenjak pertanyaan itu dilontarkan padaku. Aku mendapatkan kosakata
baru hingga dapat memperkaya pembendaharaan kataku. Aku mendapatkan gaya
bahasa baru saat sedang berbincang dengan orang-orang di RL. Aku
memperoleh banyak ilmu dari setiap apa yang kutulis, yang kuperoleh dari
membaca berbagai macam bacaan. Aku bertemu dengan banyak orang yang
memiliki pengalaman dan ilmu bervariasi sehingga dapat saling sharing. Aku dapat mencoba menggabungkan teori-teori hingga menciptakan sebuah ide segar nan tak mainstream (yeah walau
kutahu semua yang kutulis itu biasa-biasa saja). Aku dapat mengetahui
apa yang kupikirkan dan apa yang ingin kusampaikan lewat tulisanku. Dan
masih banyak lagi.
Tapi
ya jika pertanyaannya itu semisalnya "keluar dari dunia perfanfiksian",
mungkin saja hal itu bisa terjadi. Walaupun seandainya aku sungguh
mempunyai niat untuk keluar dari dunia yang membuatku menyelami dunia
tulis-menulis itu, namun aku tidak akan pernah berhenti MENULIS!!
Aku
tidak peduli kalau tidak ada seorang pun yang membaca tulisanku. Aku
tidak peduli kalau aku mendapatkan hujatan di tulisanku. Aku tidak
peduli kalau banyak orang yang mengkritisiku karena seolah aku tidak
mementingkan real life melainkan hanya tulisanku.
Alasannya yang sangat jelas hanya satu, yakni karena aku menulis untuk diriku sendiri, bukan orang lain.
Seperti
yang sudah kukatakan sebelumnya bahwa dengan menulis aku bisa
menuangkan apa yang ingin kucurahkan yang tak mungkin kuucapkan secara
lisan.
“Menulis adalah hidup. Menulis adalah keindahan. Menulis adalah bakat. Menulis adalah seni. Karena dari menulislah kita mengetahui sebatas mana kemampuan kita dan bisa menjadi pedoman untuk ke depannya. ”
—Arisa Morishita
0 komentar:
Posting Komentar